Indonesia meraih tiga medali penghargaan !
Suatu pagi di kota Hanoi, Vietnam, di akhir bulan September 2017. Wajah-wajah empat remaja disabilitas yang tegang menunggu pengumuman penghargaan, setelah tiga hari berkompetisi bersaing dengan sekitar 100 remaja disabilitas terbaik perwakilan dari 16 negara Asia-Pasifik, berubah menjadi ceria. Saat pembawa acara mengumumkan nama I n d o n e s i a, sebagai tim yang disebut pertama di sesi awal penghargaan tersebut, membuat kaget seluruh anggota tim Indonesia, baik ke-empat remaja spesial kita, dan juga para pendamping dari Kemkominfo, KPPA, dan YPAC Nasional.. semua maju kedepan panggung untuk mengabadikan remaja kita naik ke panggung menerima medali kelompok untuk Good e-Design challenge award. Penghargaan Juara ketiga untuk rancang poster digital, yang mengalahkan belasan tim lainnya dari 16 negara Asia Pasifik yang masing-masing beranggotakan empat orang dari setiap negara.
Rasa kaget ini beralasan. Tim Indonesia, walau dikesertaan GITC 2014 di Busan, Korea Selatan, meraih dua medali (perorangan dan kelompok), dan di GITC 2015, Serpong – Banten, Indonesia meraih Juara Umum dengan 11 medali perorangan untuk 7 remaja kita, dengan Paramuditaya Dyan Prabaswara meraih 3 medali, mendapatkan predikat penghargaan tertinggi, Global IT Leader 2015, tetapi di GITC 2016 di Cina, Tim Indonesia kurang beruntung – pulang tanpa medali. Sehingga tidak ada target untuk Tim Indonesia, selain berusaha maksimal saja di GITC 2017.
Kemenangan Tim Indonesia, hasil kerja keras lewat pelatihan online jarak jauh & karantina di Jakarta
Hasil menggembirakan ini tidak diraih begitu saja. Sejak bulan Juli 2017, empat remaja kita, yakni: Akhlakqul Imam asal Payakumbuh (low vision), Alifia Rnnabillah asal Salatiga (disablitas pendengaran), Ahmad Fauzan (remaja dengan autisme) serta Ivo Shadan (disabilitas fisik – pengguna kursi roda), keduanya dari DKI Jakarta, digembleng dengan pelatihan online oleh Instruktur teknologi informasi (TI) dari YPAC Nasional IT Training Center – Jakarta, dengan pelatihan soal-soal terkait GITC 2017 dan tahun sebelumnya yang dikirimkan sebelumnya oleh Panitia GITC di Korea. Hampir dua bulan, keempat remaja ini mengerjakan pelatihan-pelatihan soal tersebut, hingga bertemu secara isik di tanggal 14-17 September di Pustiknas-Kemkominfo, saat para Instruktur dari Kemkominfo bersama Instruktur dari YPAC Nasional, menambahkan pembekalan kemampuan mengerjakan soal-soal terkait GITC, sebelum berangkat ke Hanoi, Vietnam – tengah malam tanggal 17 September 2017.
Malam Perkenalan – Tim Indonesia terfavorit di Pertukaran Budaya Antar Peserta GITC 2017
Penuh percaya diri, Tim Indonesia tanpa beban harus menang menjadi juara, santai membaur di malam pertama perkenalan dengan para peserta kompetisi dari negara lainnya di acara Malam Pertukaran Budaya antar peserta GITC 2017. Keempat remaja kita mempertunjukkan talenta seninya dihadapan sekitar 100 remaja disabilitas se Asifa Pasifik. Dimulai dengan Alifia yang menarikan tarian energetiik dari Jawa Tengah (Prahu Layar), dilanjutkan dengan Ahklakqul Imam membacakan puisi tentang apresiasinya pada Ibunda yang telah membesarkannya, serta melantunkan dengan suara merdunya, sebuah lagu berbahasa Inggris dengan baik, lalu Ahmad Fauzan memainkan gesekan biolanya yang memukau peserta negara lain, hingga Ivo Shadan yang mepresentasikan lewat video tentang kegiatan olahraga badminton diatas kursi roda, dan keahliannya membuat kartu ucapan selamat dalam tiga dimensi terbuat dari Batik. Meriah sekali sambutan penonton untuk tim kita. Tak heran ketika diumumkan Tim Favorit dari kelompok negara peserta yang mempertunjukkan kebolehan seninya di panggung, sebelum pembawa acara menyebutkan Tim terfavorit setelah Juara ke III dan ke II, maka Juara Pertama adalah…..—penonton dideretan belakang sudah berteriak: I n d o n e s I a ! ! — Yes, that’t right, kata pembawa acara, Indonesia keluar sebagai tim terfavorit dan menerima hadiah pertama dari Panitia GITC. Para pendamping tim Indonesia sangat gembira, dan semakin memompa semangat tim Indonesia dengan mengatakan bahwa hadiah terfavorit pertunjukan seni ini, dapat diartikan merupakan tanda-tanda Tim Indonesia akan mendapatkan medali juara…dan diamini oleh keempat remaja kita dengan semangat tinggi. Ditambah kabar positif bahwa Duta Besar Indonesia di Hanoi telah megkonfirmasi akan menerima Tim Indonesia pada tanggal 21 September malam, sebagai dukungan moril beliau pada upaya remaja kita berkompetisi di Hanoi. Nah.. masa’ Tim Indonesia tidak membawa medali ke Kedubes RI di Hanoi? Hmm… diusahakan yaa …! Dan semua anggota Tim Indonesia sepakat berupaya semaksimal mungkin…
Kompetisi e-Design Challenge – Medali Perunggu pertama untuk Tim Indonesia
Hari pertama kompetisi di tanggal 18 September, untuk e-Tool challenge, lomba peroangan, dilalui dengan baik oleh empat remaja kita. Hari kedua, untuk e-Design challenge, lomba kelompok, agak tegang, karena ide untuk membuat poster digital merupakan gabungan gagasan dari keempat remaja ini dengan keterbatasannya. Ternyata pembagian tugas diantara Tim Indonesia cukup efektif, dan dapat merealisasikan semua gagasan anggota tim dalam design poster yang cukup mendapatkan tempelan stiker favorit dari para peserta lainnya, mengindikasikan kemungkinan besar juri lebih mempertimbangkannya disamping menilai sisi tingkat kesulitan dan harmonisasi design, serta pesan yang tertangkap berdasarkan instruksi soal yang diberikan. Hasilnya: design poster Tim Indonesia mendapatkan Juara ke III, medali perunggu masing-masing untuk keempat anggota Tim Indonesia, yang membawa pesan bahwa Smartphone dan Laptop anda adalah modal utama bagi siapa saja untuk memulai bisnis online yang dapat mendatangkan pemasukan yang menguntungkan, jika dapat memaksimalkan kemampuan/keahlian IT yang dimiliki. Cukup sederhana, tetapi sangat mengena di hati para juri tentunya. Design poster Tim Indonesia diberi warna dasar abu-abu, warna yang tengah populer di tahun 2017, serta diisi gambar smartphone dan laptop yang dihubungkan pada simbol-simbol disabilitas dan dunia. Sangat inspiratif !
Kompetisi e-Lifemap Challenge, Medali Perunggu kedua untuk Tim Indonesia
Di hari ketiga kompetisi, untuk e-Lifemap challenge, lomba perorangan, para remaja kita juga dapat menyelesaikan dengan baik. Peserta diminta untuk bereksplorasi berselancar di dunia maya untuk merampungkan tugas kompetisi kategori ini. “Bisa tidak tadi semua?” Tanya para pendamping Tim Indonesia, yang dijawab: “Bisa Bu, bisa Pak..” dan ternyata di hari terakhir kompetisi, pengumuman penghargaan pemenang, nama Ahklaqul Imam merupakan salah satu pemenang yang dipanggil untuk maju ke panggung. Ya.., Imam meraih medali perunggu perorangan pertama untuk Tim Indonesia dengan pencapaiannya di e-Lifemap challenge ini. Tim Indonesia sudah tidak deg-deg-an lagi… sudah dua medali berbeda kategori ditangan, dan sudah cukup bagus pencapaian ini, serta cukup membanggakan untuk dipertunjukkan ke Bapak Dubes RI di Hanoi saat makan malam di malam terakhir di Hanoi, Vietnam.
Kompetisi e-Tool Challenge, Medali Emas yang membanggakan Tim Indonesia
Imam bertanya ke pendamping YPAC Nasional, setelah menyelesaikan soal kompetisi e-Tool challenge di hari pertama kompetisi: “…Bu.., apakah faktor waktu juga diperhitungkan dalam penyelesaian kompetisi perorangan?” dan dijawab: “..tentu saja.., tetapi yang terpenting adalah akurasi penyelesaian soal yang dikerjakan..” – dan Imam terlihat agak cemas. “Kenapa Imam?” – “Oh..tidak apa-apa Bu”. Usut punya usut, Imam ternyata tertinggal menyelesaikan e-Tool Challenge di hari pertama, ketimbang peserta dari Filipina, dan ketika pengumuman pemenang di hari keempat kompetisi, tanggal 21 September 2017, peserta dari Filipina tersebut dipanggil ke panggung untuk menerima penghargaan medali perak, Juara II untuknya, Imam pun terlihat lemas. Lepas sudah harapannya, dengan keterlambatan penyelesaian soal kompetisi e-Tool tersebut, pastilah Imam tak dapat mengalahkan Juara II peserta dari Filipina tersebut. Tetapi….tiba-tiba.. pembawa acara menyebutkan Juara pertama untuk e-Tool Challenge, kategori disabilitas penglihatan, diraih oleh… Akhlaqul Imam dari Indonesia ! Kami pun mengucapkan syukur pada Allah SWT atas ridhoNya mendekatkan kesuksesan di GITC 2017 ini pada Tim Indonesia ! Imam bergegas girang menuju panggung, dan seluruh pendamping Tim Indonesia kembali merangsek kedepan panggung mengabadikan saat-saat membanggakan tersebut.
Tim Indonesia nyaris menjadi Juara Umum GITC 2017
Tim Indonesia kemudian diliputi suasana gembira: hmmm.. jadi nih membawa hasil medali kemenangan ke KBRI Hanoi di saat memenuhi undangan makan malam bersama Bapak Dubes RI untuk Vietnam, Bapak Ibnu Hadi. Para pendamping pun cukup lega, dan semua sudah santai tidak tegang lagi melanjutkan menyaksikan pembacaan para pemenang selanjutnya. Imam sudah menggenggam 3 medali dengan satu medali perunggu bersama Tim Indonesia. Tapi, tunggu dulu.., pencapaian Tim Indonesia ini telah menyamai hasil GITC 2015 dengan sang Global IT Leader 2015 – Dyan, juga menerima tiga medali kemenangan. Hal ini membuat seluruh pendamping dan peserta Tim Indonesai agak berharap-cemas, apakah Indonesia akan menerima penghargaan sebagai Juara Umum? Ohhh… ternyata meleset sedikit…, dengan jumlah medali yang sama diraih Tim Filipina, tetapi lebih banyak meraih medali peraknya ketimbang Tim Indonesia yang mendapatkan 2 medali perunggu dan satu medali emas, maka Tim Filipina berhak meraih gelar Juara Umum GITC 2017. Satu anggota tim-nya yang mendapatkan perolehan tiga buah medali seperti Imam, didapuk menjadi Global IT Leader 2017, serta dua pendamping Tim Filipina mendapatkan juga penghargaan. Tahun 2017 ini seluruh penghargaan selain diberikan dalam bentuk medali, juga diganjar dengan hadiah tunai dalam mata uang Dollar Amerika. Waah… senang sekali para remaja Tim Indonesia serta para pemenang dari negara lainnya. Beberapa negara peserta yang tidak meraih medali satu pun, tetap gembira di hari terakhir di acara pengumuman pemenang tersebut, karena pastinya mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dengan kesertaaannya dalam kompetisi GITC 2017.
Siap hadir dengan hasil tiga medali ke acara makan malam bersama Bapak Dubes RI di Hanoi.
Tim Indonesia kemudian dengan bangga menghadiri undangan makan malam bersama Bapak Dubes di KBRI Hanoi, dengan memperlihatkan medali penghargaan, dan Bapak Dubes pun memberikan apresiasi tinggi dengan masing-masing remaja diberikan plakat dari KBRI Hanoi. Berfoto bersama Bapak Dubes RI di Hanoi beserta staff yang sejak awal memberikan dukungan moril, dan memfasilitasi pengadaan baju tradisional Indonesia untuk penampilan Tim Indonesia di Malam Pertukaran Budaya GITC 2017, sangat membesarkan hati keempat remaja Tim Indonesia. Dukungan moril para pendamping Tim Indonesia yang sangat penuh perhatian dari Bapak Indra Gunawan dari KPPA, Bapak Hedi Idri beserta Ibu, serta Ibu Amelia Indraswaty, Ibunda dari Ahmad Fauzan, dan Ibu Judith Simbara dari YPAC Nasional, syukur alhamdullilah dapat diberikan penuh pada Tim Indonesia tanpa kendala kesehatan selama kompetisi di Hanoi. Tapi ada anggota Tim Indonesia yang terserang disentri di saat melakukan kompetisi e-Creative challenge, lomba kelompok di hari terakhir, tanggal 20 September, yang agak membuat semua pendamping anggota Tim Indonesia cemas. Syukurlan, rupanya perut Ivo Shadan agak kaget dengan sambal Vietnam yang terlihat tidak pedas eh ternyata sangat tajam ke lambung, dapat mengatasinya, sehingga Ivo Shahdan dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kompetisi dengan baik, termasuk kompetisi kategori kelompok yang terakhir, e-Creative challenge, dan presentasi Tim Indonesia di panggung untuk tema remaja disablitas yang di bully oleh teman-teman sekolahnya, dikatahan toko kita tersebut tidak akan berhasil, tetapi akhirnya malah mendapatkan beasiswa kuliah di Paris. Sayangnya, tim negara lainnya menghasilkan kreasi cerita animasi bergerak atau program game ini, lebih baik dari Tim Indonesia. Hmm… program scratch yang mendasari e-Creative challenge ini memang merupakan momok dari tahun ke tahun pada Tim Indonesia, yang sebaiknya dipikirkan di kesertaan di GITC selanjutnya agar dapat diatasi dengan lebih baik lagi.
Layanan khusus pada Tim Indonesia dari KBRI Hanoi – Vietnam
Di hari terakhir, Tim Indonesia mendapatkan layanan khusus dari KBRI Hanoi, dikawal dengan kendaraan KBRI untuk mengunjungi beberapa obyek wisata di Hanoi, sedangkan peserta GITC 2017 lainnya, ikut dalam bis wisata ke hanya satu tujuan lokasi wisata saja. Terima kasih Bapak Dubes Ibnu Hadi, serta Ibu Dyah Ibnu Hadi beserta Tim Pensosbud-nya, Ibu Linda dan staff, Trang – remaja Vietnam yang bekerja di KBRI. Oh..tetapi panitia GITC tidak hendak melepas Tim Indonesia tanpa pengawalan panitia, jadilah satu relawan remaja Vietnam, juga turut dalam kendaraan KBRI tersebut mengawal Tim Indonesia hingga sore hari. Sangat bertanggjung-jawab ya panitia GITC.
Makan malam di KBRI Hanoi – Vietnam pun sangat berkesan. Bapak Dubes sangat bangga dengan pencapaian para remaja spesial kita. Dihadapan beberapa delegari RI lainnya (Tim anggota Komisi DPR Daerah, Tim Pengusaha Indonesia, dan Tim Peneliti Indonesia di Hanoi, menyebutkan keberhasilan Tim Indonesia untuk GITC 2017. Decak kagum para petinggi Indonesia tersebut atas pencapaian hasil remaja spesial kita, mendorong sebagian anggota delegasi tersebut untuk berfoto bersama empat remaja spesial kita. Alhamdulliah… tak sia-sia kerja keras latihan online hampir setiap hari selama dua bulan, dan dilanjutkan dengan karantina selama empat hari di Pustiknas, Kemkominfo, Jakarta, sebelum berangkat ke kompetisi GITC 2017 di Hanoi.
Tekad kedepannya.
Hasil yang sangat positif dari Tim Indonesai di GITC 2017 ini memicu pengelola program IT di YPAC Nasional untuk kemungkinan dapat mengembangkan sistem pelatihan online jarak jauh ini lebih luas lagi. Bagi para calon peserta GITC 2018 agar dapat diberikan pelatihan IT tentang soal-soal GITC, sebelum mereka diseleksi kemampuan IT-nya, dan layak didapuk sebagai anggota Tim Indonesia ke GITC 2018. Mudah-mudahan Tim GITC Indonesia di tahun 2018 dapat dibekali dengan persiapan yang lebih matang lagi untuk meraih hasil yang leblih maksimal lagi… (jcs)
* * *